Sunday, October 14, 2018

Puantapa

October 14, 2018

Ini malam terakhir puan bertapa
1001 malam telah
Sebenarnya puan punya kehendak apa?
Keris Sakti puan sudah miliki
1001 malam telah
Puantapa sudah
1001 malam disiksa renjana
Puantapa, aku resah
1001 malam lagi aku sudah

,
Images from : https://goo.gl/images/6TpQMC

Friday, October 12, 2018

Pertemuan

October 12, 2018


Hari ini hari pertama Radar tinggal di rumah barunya. Ayahnya seorang pegawai negeri yang ditugaskan di Jakarta. Oleh karena itu keluarga mereka terpaksa harus mencari tempat tinggal yang jaraknya tidak cukup jauh dari tempat ayahnya ditugaskan. Radar adalah anak satu-satunya yang dimiliki Bapak Purnama dan Ibu Mahfuhah. Sebetulnya sudah tiga kali ibunya hamil, tapi hanya Radar yang berhasil terlahir ke Bumi. “Selamat datang di Bumi Radar Putra Purnama”, kata ayahnya saat melihat putra kecilnya menangis, entah sedih atau bahagia, kehidupan kedepan yang menentukannya apakah tangisan pertama anaknya itu merupakan kebahagiaan karena telah dilahirkan, atau sedih karena harus dilahirkan.

Keluarga purnama tinggal di sebuah perumahan yang cukup ramai, hanya dua-sampai tiga rumah yang tidak ada penghuninya. Setelah semua barang sudah dirapihkan di rumah barunya, Radar pamit kepada ibunya untuk berjalan-jalan keluar sebentar. Di kompleks perumahan itu terdapat taman dengan pepohonan yang rindang dan lapangan kecil tempat anak-anak bermain sepak bola sore harinya. Di taman itu Radar duduk di bawah pohon memperhatikan sekitar. Langit senja, burung gereja, anak-anak yang sedang bermain sepak bola, dan sesorang anak gadis dengan rambut yang dikuncir dua yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Radar tersenyum, gadis itu pura-pura tak melihatnya, mungkin ia malu kedapatan diam-diam memperhatikan orang asing yang duduk di bawah pohon seorang diri. 

Hari semakin sore, Radar tahu betul ibunya akan kebingungan mencarinya jika ia tak pulang sekarang. Dalam perjalanan pulang, radar bertanya-tanya “gadis itu, apa aku bisa bertemu lagi?, bahkan apa dia juga tinggal di kompleks ini?”. Pertanyaan itu terus berulang dipikirannya sampai ia membacakan do’a sebelum tidurnya. Lalu malam menemaninya tidur dalam pertanyaan yang sama, Apakah kita bisa bertemu lagi gadis berkuncir dua?.

Thursday, October 11, 2018

Kita Hanya Sebatas Teman (Cerpen Berlanjut)

October 11, 2018
http://www.doomsteaddiner.net/blog/2015/06/30/on-losing-a-friend/

Saya rasa kalian pernah merasa teramat begitu menginginkan seseorang, kau rela melakukan hal apasaja hanya untuk tetap bisa bersamanya. Bahkan hanya selintas melihatnya berjalan di trotoar bersama teman-temannya. Kemudian pikSeiran itu lenyap disadarkan pertanyaan kawanmu yang penasaran dengan perubahan sikapmu. Sore itu Radar sedang nongkrong bersama kawan-kawan komunitas pencinta alamnya di sebuah Cafe, tak jauh dari sebuah universitas swasta tempat ia memakan buku-buku Sejarah yang sebetulnya bukan passion-nya. Radar tak terlalu percaya takdir, tapi dia sangat paham bahwa Tuhan adalah Tuhan yang tak pernah berhenti memberi cobaan untuknya. Benar saja, hari ini dia diuji oleh kehadiran seseorang yang selalu diinginkannya, tapi membayangkan untuk memimpikannya saja dia tak sanggup. "Dar, Rina tuh.", kata kawannya Jeri mencoba menggodanya. "Iya, gua udah liat dari sebelum Adam dan Hawa makan buah Khuldi terus dibuang ke Bumi.", balasnya sesikit cetus. Memang sedari Rina membuka pintu Cafe dia terus melirik ke arahnya, namun seperti bunga putri malu yang sering digodanya semasa ia kecil, ia langsung menoleh ke arah lain saat Rina meliriknya kembali.
 

Friday, June 30, 2017

Kelana

June 30, 2017

Aku berkelana ke arah dimensi tetua
Mencari jejak para Pandawa
Harap para Dewa
ingin berbagi cerita

Di Mandala Tapa, aku menemukan
secarik kertas api
Bertuliskan sebait sajak
dari Para Hyang

Terbata aku membacanya
"kelana, kau harus tabah,
 ada setiap godaan
 pada setiap pengembaraan"
- Salam sayang dari Hyang

Thursday, June 29, 2017

Kenangan Tentang Hujan

June 29, 2017

Kau pernah menjadi perempuan yang kuinginkan. Dulu, hanya kamu seorang. Kamu yang terlihat manis dengan lesung pipitmu. Hingga kini, kau masih tetap kau yang dulu pernah jadi inginku. Kau ingat? saat dulu kita study tour, di Candi Prambanan. Saat itu hujan, aku mencarimu. Dengan payung yang sengaja kusewa untukmu. Aku menemukanmu di sebuah warung, kau sedang duduk dengan beberapa guru. Aku menghampirimu. Berharap kau senang kutemani. Tapi hanya sikap dinginmu yang kau beri. Kau sepertinya enggan ditemani oleh anak nakal sepertiku. Aku paham, aku pergi.

Pada saat itu pula aku membiarkan rasaku pergi, mengalir terbawa sisa-sisa hujan yang jatuh, entah dibawanya ke mana. Tersangkut di dalam selokan mungkin. Aku sadar, aku bukan orang baik bagimu. Jika menurutmu orang baik itu tak pernah main kejar-kejaran dengan guru BP karena katahuan nongkrong di warung belakang, itu bukanku.

Aku tak membencimu karena sikapmu saat itu. Malah aku berterima kasih padamu. Kau menyadarkanku, bahwa aku bukanlah orang yang baik. Kau baik, jadi aku memang tak pantas untukmu. Kau tak perlu menyesalinya, pun aku tak pernah merasa menyesal, pernah menginginkanmu. Biar saja itu menjadi pelajaran bagiku, juga bagimu. Bahwa kelak, jika aku mengingingkan orang baik-baik, aku harus sudah menjadi baik. 

Tak semua rasaku, kubiarkan hilang saat itu. Masih ada yang tertinggal di dalamku. Dan kubiarkan hanya terpendam di sana. Bukan karena aku membencimu, lagi kukatakan bahwa aku sadar, aku bukanlah orang yang terbaik untukmu. Dan akhirnya , kau pun menjadi kekasih temanku, yang menurutmu dia baik bagimu. Itu sudah berlalu. Biar saja kini rasa itu tetap terpendam di dalamku. Menjadi kenang yang selalu kutunggu hadirnya, bersama turunnya hujan di penghujung Juni.

Wednesday, June 28, 2017

Insomnia

June 28, 2017


Kala malam saatku terjaga
Dawai bicara:
yang kau bawa dalam dada,
detak yang menggema,
resah yang melara,
apakah sebegitu naif rupanya?
Masih saja kau bersikeras padanya,
Sedang dia tak merasa yang kau rasa
Setiap malam kau hanya akan tetap terjaga
Dengan hampa
Jangan buat kau insomnia
Hanya karenanya
Hingga kau melupa
Bahwa malam adalah petaka

Tuesday, June 27, 2017

Pada Saat Aku Lelah

June 27, 2017

Jika malam gelap itu tiba, hingga buat kau buta
Saat aku tak bisa menjadi lentera
Bukan aku tak mau menuntun jalanmu
Aku sudah lelah membayangimu
Kau kira aku tak tersiksa
Dengan sikapmu yang sama
Aku juga manusia
Yang sewaktu-waktu bisa merasa
Tak lagi ada guna
Sebab, hanya akan menambah luka
Dan kau masih tak menganggapku ada
Hingga saat gelap itu nyata
Jangan salahkan mata, gelap, atau lentera

Monday, June 26, 2017

Malam Haru

June 26, 2017


Malam haru tiba. Tanpa bintang yang kau harapkan. Dalam diam, kau bisa apa?. Hanya merasakan tak cukup untukmu malam ini. Kau harus bicara, padanya. Tentang apa yang kau rasakan, resahkan, angankan. Aku pun pernah sepertimu. Bimbang tanpa pegangan. Apa yang kudapatkan dalam diam?, hanya kesepian. Tapi aku percaya sepi itu indah. Malam ini indah, meski tak sepi. Berisik, banyak suara kodok dan jangkrik. Dan dingin, tak ada api unggun. Hanya ada aku, rokok dan kopi. 

Kabut tipis mulai turun, buat malamku makin dingin. Sedingin sikapmu mungkin. Tapi aku tetap ingin. Ingin hanya kau yang hadir dalam nalarku, ingin kau selalu hadir membawa rindu. Aneh mungkin, aku merasa sedang pada saat dimana hanya kamu yang kuingin. Tapi kau sedang patah malam ini. Katamu, mantan yang dulu kau dan dia sama-sama memegang komitmen akan balik lagi saat kau dan dia sudah merasa lebih baik. Kini punya kekasih lagi. 

Ini malam harumu, juga haruku. Tapi kau pun harus tahu, aku sungguh-sungguh padamu. Terserah padamu, aku tak bisa memaksakan hatimu. Memang aku belum sempat mengutarakan rasaku padamu. Aku tak cukup tangguh tuk bisa menatap matamu, katakan cinta padamu, lalu sampaikan inginku jadi kekasihmu. Apapun langkah yang kau pilih, aku hanya ingin kau tuk tetap merasa tumbuh. Jangan terlalu merasa patah, meski sesekali kau harus merasakan patah. Hanya untuk kau tahu, bahwa kau mampu kembali tumbuh. 

Cigudeg, 26 Juni 2017

Pagi Yang Cerah Untuk Hati Yang Patah

June 26, 2017


Aku gak pernah minta buat jatuh cinta sama kamu. Siapa yang tahu soal hati, pada siapa akan jatuh. Aku pun begitu. Tak pernah mengira akan jatuh hati padamu. Mungkin itulah kenapa orang bilang cinta itu anugerah. Meski kini aku sadar, tak mungkin kau mau menerimaku. Kau kan sahabatku. Dan aku pun tahu, dalam hatimu hanya ada dia yang kau mau.

Pagi yang cerah untuk hati yang patah. Kau tahu Nala?, Kau selalu menari-nari dalam kepalaku. Membuat hari-hariku, tulisanku, status medsosku, selalu tentang kamu. Dan kau hanya sahabatku. Pagi ini kau terlihat cantik dengan jaket tebal berwarna biru. Duduk di beranda villa, menikmati pagi dengan gitarmu. “Banda Neira ya?”, kataku menghampirimu. Aku hapal lagunya, musikalisasi puisi milik Chairil Anwar. Derai-derai cemara. “Ulang lagi, kamu nyanyi, aku yang baca puisi”, ajakku.


Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

Nala, kau selalu saja buatku tak bisa lepas darimu. Malah buatku makin-makin jatuh hati padamu. Tapi, lagi-lagi aku sadar, bukan aku yang ada di hatimu. “Hidup hanya menunda kekalahan”. Pada waktu, kukalah. Pada akhirnya, aku akan menyerah. Mungkin aku hanya bisa memendam, hingga saat seccond chance itu datang. Bukan pagi ini. Pagi ini terlalu indah untuk dilewatkan tanpa merasa patah.

Sunday, June 25, 2017

Kaulah Rumah Itu

June 25, 2017


Tak akan pernah usai, akan selalu ada yang datang dan menghilang, dan terus berulang. Sampai pada kamu aku benar-benar berpulang. Kaulah rumah yang setiap aku memejamkan mata, aku melihat beranda, dengan bunga mawar mekar di halamannya. Kursi kayu tempat ayah menghabiskan pagi membaca korannya. Atau rak buku yang lama kutinggalkan berdebu.

Padamu aku merasa tinggal. Bukan lagi tentang perempuan-perempuan malam yang kuajak bercinta saat aku melayang dalam kesendirian. Bukan lagi tentang perjalanan yang melelahkan. Aku sudah lelah berjalan, seorang diri tanpa ada tujuan. 

Maukah kau membuka pintu untukku?, bukan lagi ventilasi. Agar aku tahu bahwa kau benar-benar rumahku, tujuanku, pulangku.

Saturday, June 24, 2017

Selamanya Menunggu

June 24, 2017


Aku di sini menunggu. Menghabiskan waktu dengan menunggu. Menunggu datangnya kesempatan untuk kuluapkan segala rasa yang sudah lama kupendam. Nala, maukah kau berbagi kasih denganku?. Tapi kau sahabatku. Tanya-jawab yang terus berputar dalam kepalaku.

Hingga kesempatan itu datang saat malam keakraban. Kau dan aku duduk di bawah sinar bulan, didekap hangatnya api unggun. "Nala", kataku sambil menoleh padamu yang duduk di sebelahku. "iya Mas", kau menatapku ingin tahu. Kita saling tatap, dan entah mengapa rencana yang sudah jauh-jauh hari kususun, buyar seketika saat menatap matamu. "kenapa?", tanyamu. Aku jatuh ke dalam matamu. "engga...", jawabku sambil kembali menatap sisa-sisa api pada bara.

Aku tak cukup tangguh untuk bisa menatap matamu lama-lama. Apalagi tuk bilang padamu; Aku jatuh cinta padamu, sahabatku.

Aku hanyalah makhluk lemah yang kalah oleh waktu. Sampai kapan aku harus menunggu. Adakah seccond chance untukku?. Tuhan, selamatkan aku!. Pada akhirnya, hanya akan terucap satu kalimat dari bibir tipismu; Aku menganggapmu hanya sebatas sahabatku. Aku tahu. "Sudah larut malam, aku ngantuk, ayo tidur dulu", katamu. Kau masuk ke kamarmu, aku tetap di sini. Menyesali kelemahanku. Selamat malam, selamat menunggu.